Review Jurnal Kurikulum Pesantren dalam Perspektif Gus Dur
REVIEW JURNAL TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN
Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Agama Islam
Volume / Nomor : Volume 4 , Nomor 6
Tahun : 2016
Nama Penulis : Abdullah (STIT Al Ibrohimy Galis Bangkalan)
Judul Artkel : Kurikulum Pesantren Dalam Perspektif Gus Dur
Latar Belakang
Pesantren hadir untuk merespon terhadap situasi dan kondisi suatu masyarakat yang dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral atau bisadisebut perubahan sosial. Didirikannya pesantren adalah untuk menyebar luaskan ajaran universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara.
Menurut Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional, selama ini tidak diragukan lagi kontribusinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mencetak kader-kader intelektual yang siap untuk mengapresiasikan potensi keilmuannya di masyarakat.
Menurut Gus Dur, pesantren adalah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran di pesantren dari masa-kemasa mengalami perubahan yang sangat siknifikan yang juga di barengi dengan penampilan menifestasi keilmuannya yang berubah-ubah pula dari waktu kewaktu.
Nasir mendefinisakan bahwa pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
Jika di pandang dari sudut kurikulumnya, apa yang dipelajarinya dalam pesantren sebagai lembaga pendidikan, dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu, Pertama, bidang teknis seperti ilmu falaq, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu musthalah hadits, Kedua, bidang hafalan seperti pelajaran Al-Qur’an, ilmu bahasa Arab, Ketiga, bidang ilmu yang bersifat membangun emosi keagamaan, seperti aqidah, tasawuf dan akhlak. Secara kepemimpinan, konseptulasasi lembaga pendidikan pesantren sepenuhnya berada di tangan seorang Kiai, seorang pemimpin karismatik, terhormat dan sangat di patuhi tidak hanya bagi santri melainkan juga sangat berpengaruh bagi masyarakat sekitar.
Menurut Karel A. Steenbrink tentang pesantren, ketika membahas sistem pendidikan pesantren lebih banyak mengemukakan sesuatu yang bersifat naratif, yaitu menjelaskan interaksi santri dan kyai serta gambaran pengajaran agama Islam, termasuk al-Qur’an dan hadits maupun kitab kuning.
Membaca pemikiran KH. Abdurrahaman Wahid (Gus Dur) ibarat menguras sumur tua yang tidak akan pernah kering. Unik, berciri khas dan fenomenal. Fenomenal karena Gus Dur selalu menawarkan ide-ide kontroversial bagi nalar logika umum, dikatakan unik karna dalam dirinya melekat berbagai atribut, baik sebagai seorang intlektual ahli ilmu sosial, tokoh lembaga swadaya masyarakat (LSM), budayawan, agamawan sekaligus seorang Kiai.
Penelitian ini bergulat dengan refleksi epistemologi pendidikan Islam di Pesantren dalam bentuk deskriptif. Salah satu tujuannya untuk menganalisa epistemologi pendidikan kaum santri dalam sudut pandang pemikiran Gus Dur tentang pesantren, dan juga mengurai epistemologinya yang berkontribusi besar bagi eksistensi pesantren tersebut. Dengan mengintegrasikan diri ke dalam kehidupan modern tanpa terlalu banyak mengorbankan identitas dirinya sendiri.
Pembahasan
Di bagian pertama penulis mengurai tradisi keilmuan di dunia pesantren lebih menitik beratkan kepada kitab kuning yang menjadi referensi nilai universal dalam menyikapi segala tantangan kehidupan. Terdapat dua trend (aliran) pemikiran Islam dari sisi epistemologi yang berkembang di pesantren. Pertama, adalah trend yang bersikukuh untuk mempertahankan tradisi keilmuan Islam tersebut dan memanfaatkannya untuk memfilter dan membendung dampak negatif dari gerak laju modernisasi. Kedua, adalah tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis, yang melihat bahwa khazanah keilmuan dan pemikiran keagamaan, semacam kitab kuning, merupakan bagian dari produk sejarah.
Kemudian di pembahasan kedua, penulis menjelaskan pemikiran-pemikiran Gus Dur dalam gerakan pembaharuan dan dinamisasi di dunia pesantren. Beliau juga menggagas kembali nilai-nilai positif yang telah ada dan melakukan pergantian nilai-nilai lama yang tidak relevan lagi dengan nilai-nilai baru yang lebih relevan dan lebih sempurna untuk menjaga eksistensi pesantren.
Gus Dur juga menyinggung tentang terjadinya kekacauan dalam sistem pendidikan pesantren. Menurutnya, kekacauan ini di sebabkan karna dua hal. Pertama, sebagai refleksi dari kekacauan yang terjadi secara umum di masyarakat Indonesia, sebagaimana masyarakat yang mengalami transisi. Kedua, karena munculnya kesadaran bahwa kapasitas pesantren dalam menghadapi tantangan-tantangan modernitas hampir tidak memadai yang di sebabkan karena unsur-unsur strukturalnya mandeg sehingga tidak mampu menanggapi perubahan.
Menurut Khozin dalam bukunya Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, mengatakan bahwa lembaga pendidikan terutama yang berbasis dipedesaan telah mengalami sejarah yang panjang, sejak sekitar abad ke-18. Dengan berjalannya waktu, pesantren sedikit demi sedikit mulai maju, tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses dinamika masyarakatnya. Hal ini jelas merupakan upaya-upaya yang dilakukan pesantren untuk mendinamisir, sejalan dengan tuntutan dan perubahan masyarakatnya.
Gus Dur menginginkan ada perubahan pada kurikulum pesantren. menurutnya, kurikulum pesantren selain harus kontekstual dengan kebutuhan zaman juga harus mampu merangsang daya intelektual-kritis anak didik. Bentuk kurikulum tersebut tetap harus dalam asas yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga tidak sampai menghilangkan identitas diri pesantren sebagai lembaga pendidikan agama.
Dalam bagian ketiga, penulis membahas tentang epistemologi pendidikan pesantren yand dalam konteks ini tertuju pada esensi kitab kuning sebagai epistemologi dari pesantren. Menurut penulis, Epistemologi secara sederhana dapat di artikan sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validasi ilmu pengetahuan.
Menurut Jujun S. Sumantri, epistemologi adalah cara serta arah berfkir manusia dalam menemukan dan memperoleh suatu ilmu pengetahuan dengan menggunakan kemampuan akal, indera, serta intuisi.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, pengertian epistemologi sendiri adalah segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran manusia yang selalu mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu pengetahuan itu diperoleh.
Gus Dur berpendapat bahwa: pesantren adalah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran di pesantren dari masa-kemasa mengalami perubahan yang sangat siknifikan yang juga di barengi dengan penampilan menifestasi keilmuannya yang berubah-ubah pula dari waktu kewaktu.
Menurut Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional, selama ini tidak diragukan lagi kontribusinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mencetak kader-kader intelektual yang siap untuk mengapresiasikan potensi keilmuannya di masyarakat.
Menurut Mastuhu dalam mendefiniskan pesantren adalah lembaga tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
Di bagian keempat, penulis melengkapi pembahasan ketiga dengan memberikan pandangan tentang pergulatan kurikulum pendidikan pesantren dalam kajian epistemologis. Disini Gus Dur menjelaskan tentang konsep ilmuwan humanis yang sholeh. Abdurrahman Wahid mengartikan Humanisme sebagai bentuk pengakuan atas martabat kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun.
Menurut Mangun Harjana, humanisme adalah pandangan yang menekankan martabat manusia yang luhur dan mampu menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri dan memenuhi kepatuhan sendiri dan memenuhi kepenuhan eksistensinya menjadi paripurna.
Gus Dur juga menjelaskan tiga elemen dasar yang rawan untuk di rekonstruksi secara besar-besaran. Pertama sistem pembelajaran pesantren, mulai dari orientasi sampai dengan kurikulum. Kedua rekonstruksi administrasi dan fisik pesantren karena perubahan dalam konteks ini kurang bersinggungan dengan persoalan etis pesantren. Ketiga relasi hubungan antara masyarakat dan pesantren yang harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Gagasan Gus Dur tentang dunia pendidikan pesantren merupakan upayanya dalam mengembangkan sifat berpikir inklusif dan humanis yang secara historis merupakan akar tradisi keilmuan pesantren yang selama berabad-abad terpendam karena terlalu dominannya nalar berpikir normatif yang selama ini ada di pesantren.
Kelebihan:
Dalam jurnal ini sudah memaparkan jelas dari latar belakang permasalahan pembuatan jurnal mengapa dibuatnya jurnal ini dan telah menjelaskan pula beberapa argumen-argumen tokoh Gus Dur yang menjadi rujukan inti dalam topik pembahasan di jurnal ini. Di satu sisi juga ada beberapa argumen referensi lain yang menjadi penguat dan penjelas dari argumen sebelumnya.
Kekurangan:
Untuk kekurangan dari jurnal ini mungkin dari segi penulisan masih banyak kata yang salah dalam penulisannya dan tidak sesuai dengan EYD. Perlu beberapa saat untuk memahami kata-kata yang salah penulisannya apalagi kata ilmiah. Untuk lainnya menurut saya sudah bagus.
Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Agama Islam
Volume / Nomor : Volume 4 , Nomor 6
Tahun : 2016
Nama Penulis : Abdullah (STIT Al Ibrohimy Galis Bangkalan)
Judul Artkel : Kurikulum Pesantren Dalam Perspektif Gus Dur
Latar Belakang
Pesantren hadir untuk merespon terhadap situasi dan kondisi suatu masyarakat yang dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral atau bisadisebut perubahan sosial. Didirikannya pesantren adalah untuk menyebar luaskan ajaran universalitas Islam ke seluruh pelosok nusantara.
Menurut Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional, selama ini tidak diragukan lagi kontribusinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mencetak kader-kader intelektual yang siap untuk mengapresiasikan potensi keilmuannya di masyarakat.
Menurut Gus Dur, pesantren adalah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran di pesantren dari masa-kemasa mengalami perubahan yang sangat siknifikan yang juga di barengi dengan penampilan menifestasi keilmuannya yang berubah-ubah pula dari waktu kewaktu.
Nasir mendefinisakan bahwa pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
Jika di pandang dari sudut kurikulumnya, apa yang dipelajarinya dalam pesantren sebagai lembaga pendidikan, dapat dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu, Pertama, bidang teknis seperti ilmu falaq, ilmu fiqh, ilmu tafsir, ilmu musthalah hadits, Kedua, bidang hafalan seperti pelajaran Al-Qur’an, ilmu bahasa Arab, Ketiga, bidang ilmu yang bersifat membangun emosi keagamaan, seperti aqidah, tasawuf dan akhlak. Secara kepemimpinan, konseptulasasi lembaga pendidikan pesantren sepenuhnya berada di tangan seorang Kiai, seorang pemimpin karismatik, terhormat dan sangat di patuhi tidak hanya bagi santri melainkan juga sangat berpengaruh bagi masyarakat sekitar.
Menurut Karel A. Steenbrink tentang pesantren, ketika membahas sistem pendidikan pesantren lebih banyak mengemukakan sesuatu yang bersifat naratif, yaitu menjelaskan interaksi santri dan kyai serta gambaran pengajaran agama Islam, termasuk al-Qur’an dan hadits maupun kitab kuning.
Membaca pemikiran KH. Abdurrahaman Wahid (Gus Dur) ibarat menguras sumur tua yang tidak akan pernah kering. Unik, berciri khas dan fenomenal. Fenomenal karena Gus Dur selalu menawarkan ide-ide kontroversial bagi nalar logika umum, dikatakan unik karna dalam dirinya melekat berbagai atribut, baik sebagai seorang intlektual ahli ilmu sosial, tokoh lembaga swadaya masyarakat (LSM), budayawan, agamawan sekaligus seorang Kiai.
Penelitian ini bergulat dengan refleksi epistemologi pendidikan Islam di Pesantren dalam bentuk deskriptif. Salah satu tujuannya untuk menganalisa epistemologi pendidikan kaum santri dalam sudut pandang pemikiran Gus Dur tentang pesantren, dan juga mengurai epistemologinya yang berkontribusi besar bagi eksistensi pesantren tersebut. Dengan mengintegrasikan diri ke dalam kehidupan modern tanpa terlalu banyak mengorbankan identitas dirinya sendiri.
Pembahasan
Di bagian pertama penulis mengurai tradisi keilmuan di dunia pesantren lebih menitik beratkan kepada kitab kuning yang menjadi referensi nilai universal dalam menyikapi segala tantangan kehidupan. Terdapat dua trend (aliran) pemikiran Islam dari sisi epistemologi yang berkembang di pesantren. Pertama, adalah trend yang bersikukuh untuk mempertahankan tradisi keilmuan Islam tersebut dan memanfaatkannya untuk memfilter dan membendung dampak negatif dari gerak laju modernisasi. Kedua, adalah tradisi pemikiran keagamaan yang bersifat kritis, yang melihat bahwa khazanah keilmuan dan pemikiran keagamaan, semacam kitab kuning, merupakan bagian dari produk sejarah.
Kemudian di pembahasan kedua, penulis menjelaskan pemikiran-pemikiran Gus Dur dalam gerakan pembaharuan dan dinamisasi di dunia pesantren. Beliau juga menggagas kembali nilai-nilai positif yang telah ada dan melakukan pergantian nilai-nilai lama yang tidak relevan lagi dengan nilai-nilai baru yang lebih relevan dan lebih sempurna untuk menjaga eksistensi pesantren.
Gus Dur juga menyinggung tentang terjadinya kekacauan dalam sistem pendidikan pesantren. Menurutnya, kekacauan ini di sebabkan karna dua hal. Pertama, sebagai refleksi dari kekacauan yang terjadi secara umum di masyarakat Indonesia, sebagaimana masyarakat yang mengalami transisi. Kedua, karena munculnya kesadaran bahwa kapasitas pesantren dalam menghadapi tantangan-tantangan modernitas hampir tidak memadai yang di sebabkan karena unsur-unsur strukturalnya mandeg sehingga tidak mampu menanggapi perubahan.
Menurut Khozin dalam bukunya Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, mengatakan bahwa lembaga pendidikan terutama yang berbasis dipedesaan telah mengalami sejarah yang panjang, sejak sekitar abad ke-18. Dengan berjalannya waktu, pesantren sedikit demi sedikit mulai maju, tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses dinamika masyarakatnya. Hal ini jelas merupakan upaya-upaya yang dilakukan pesantren untuk mendinamisir, sejalan dengan tuntutan dan perubahan masyarakatnya.
Gus Dur menginginkan ada perubahan pada kurikulum pesantren. menurutnya, kurikulum pesantren selain harus kontekstual dengan kebutuhan zaman juga harus mampu merangsang daya intelektual-kritis anak didik. Bentuk kurikulum tersebut tetap harus dalam asas yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga tidak sampai menghilangkan identitas diri pesantren sebagai lembaga pendidikan agama.
Dalam bagian ketiga, penulis membahas tentang epistemologi pendidikan pesantren yand dalam konteks ini tertuju pada esensi kitab kuning sebagai epistemologi dari pesantren. Menurut penulis, Epistemologi secara sederhana dapat di artikan sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validasi ilmu pengetahuan.
Menurut Jujun S. Sumantri, epistemologi adalah cara serta arah berfkir manusia dalam menemukan dan memperoleh suatu ilmu pengetahuan dengan menggunakan kemampuan akal, indera, serta intuisi.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, pengertian epistemologi sendiri adalah segala macam bentuk aktivitas dan pemikiran manusia yang selalu mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu pengetahuan itu diperoleh.
Gus Dur berpendapat bahwa: pesantren adalah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran di pesantren dari masa-kemasa mengalami perubahan yang sangat siknifikan yang juga di barengi dengan penampilan menifestasi keilmuannya yang berubah-ubah pula dari waktu kewaktu.
Menurut Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional, selama ini tidak diragukan lagi kontribusinya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mencetak kader-kader intelektual yang siap untuk mengapresiasikan potensi keilmuannya di masyarakat.
Menurut Mastuhu dalam mendefiniskan pesantren adalah lembaga tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat.
Di bagian keempat, penulis melengkapi pembahasan ketiga dengan memberikan pandangan tentang pergulatan kurikulum pendidikan pesantren dalam kajian epistemologis. Disini Gus Dur menjelaskan tentang konsep ilmuwan humanis yang sholeh. Abdurrahman Wahid mengartikan Humanisme sebagai bentuk pengakuan atas martabat kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi, kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun.
Menurut Mangun Harjana, humanisme adalah pandangan yang menekankan martabat manusia yang luhur dan mampu menentukan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri mampu mengembangkan diri dan memenuhi kepatuhan sendiri dan memenuhi kepenuhan eksistensinya menjadi paripurna.
Gus Dur juga menjelaskan tiga elemen dasar yang rawan untuk di rekonstruksi secara besar-besaran. Pertama sistem pembelajaran pesantren, mulai dari orientasi sampai dengan kurikulum. Kedua rekonstruksi administrasi dan fisik pesantren karena perubahan dalam konteks ini kurang bersinggungan dengan persoalan etis pesantren. Ketiga relasi hubungan antara masyarakat dan pesantren yang harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman.
Gagasan Gus Dur tentang dunia pendidikan pesantren merupakan upayanya dalam mengembangkan sifat berpikir inklusif dan humanis yang secara historis merupakan akar tradisi keilmuan pesantren yang selama berabad-abad terpendam karena terlalu dominannya nalar berpikir normatif yang selama ini ada di pesantren.
Kelebihan:
Dalam jurnal ini sudah memaparkan jelas dari latar belakang permasalahan pembuatan jurnal mengapa dibuatnya jurnal ini dan telah menjelaskan pula beberapa argumen-argumen tokoh Gus Dur yang menjadi rujukan inti dalam topik pembahasan di jurnal ini. Di satu sisi juga ada beberapa argumen referensi lain yang menjadi penguat dan penjelas dari argumen sebelumnya.
Kekurangan:
Untuk kekurangan dari jurnal ini mungkin dari segi penulisan masih banyak kata yang salah dalam penulisannya dan tidak sesuai dengan EYD. Perlu beberapa saat untuk memahami kata-kata yang salah penulisannya apalagi kata ilmiah. Untuk lainnya menurut saya sudah bagus.
Komentar
Posting Komentar